Sebagai ibu kota negara, Jakarta juga ramai oleh geliat seni budaya. Itu sebabnya, sudah dari dahulu kota ini dipenuhi juga oleh seniman, pekerja kreatif, dan budayawan. Banyak dari antara mereka juga membentuk model-model atau wadah untuk bisa bekerja bersama. Pun pula kerja-kerja kebudayaan dan kesenian ini meninggalkan tempat-tempat berkumpul yang iconic dan terus dikenang hingga kini. Yang pertama adalah Pasar Senen sebagai tempat berkumpulnya para seniman Jakarta di era 1940-an sampai 1960-an. Misbah Yusra Biran mengabadikan dengan indah geliat di Pasar Senen ini di dalam kumpulan cerpennya, Keajaiban di Pasar Senen. Lantas, ada juga Balai Budaya yang terletak di dekat Sarinah sekarang. Gedung ini hingga kini masih aktif dimanfaatkan oleh para seniman untuk beraktivitas.

Atas permintaan dan dorongan dari kalangan seniman dan budayawan Jakarta kala itu, Ali Sadikin lantas mendirikan Pusat Kesenian Taman Ismail Marzuki. Pada 10 November 1968, pusat kesenian pertama di Asia Tenggara, kalau bukan Asia itu diresmikan. Di dalam sambutannya pada persemian tersebut, Ali Sadikin mengatakan bahwa, “Kita terlalu sering berbicara tentang tingginya mutu kesenian dan kebudayaan kita selama ini, tapi nyatanya kehidupan kesenian itu tidak nampak manifestasi yang riil di ibukota ini. Salah satu hal yang diangap menjadi kesukaran baik dari segi seniman yang keratif maupun publik yang memiliki apresiasai ialah tidak adanya wadah yang dapat menampung berbagai kegiatan kesenian dan kebudayaan tersebut”.

Dokumentasi Kegiatan Olah Rasa di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, 2023 | Sumber: Dokumentasi Ditjenbud

Setelah TIM berdiri, ia menjadi pusat aktivitas seni budaya penting di Jakarta dan juga Indonesia. Di dalam perjalanannya, seniman dan pekerja budaya pun mulai membentuk ruang-ruang baru untuk aktivitas kesenian, yang kerap dikenal dengan ruang alternatif. Kemunculan ruang-ruang alternative ini adalah untuk menampung ekspresi-ekspresi baru yang dianggap tidak bisa ditampung oleh ruang-ruang ekspresi yang mapan, termasuk salah satunya Taman Ismail Marzuki. Ruang alternative ini kini banyak berkembang dan tumbuh di Jakarta. Mulai dari yang sangat luas dengan fasilitas yang bisa dibilang lengkap, hingga ruang-ruang kecil dengan fasilitas sangat terbatas, namun terus dijalankan penuh cinta oleh para seniman dengan semangat akal-akalan. Di luar ruang-ruang demikian, banyak juga komunitas dan kolektif seni budaya di Jakarta yang tetap menjalankan bentuk-bentuk yang bisa dikatakan sudah ada sejak lama seperti sanggar. Selain itu, komunitas kolektif ini kerap pula memanfaatkan ruang-ruang terbuka publik. Kecenderungan, kalau kita memerhatikan kolektif dan komunitas di Jakarta, bekerja di ruang-ruang public merupakan salah satu konsentrasi mereka, serempak kegemaran mereka.

Setelah TIM berdiri, Jakarta tidak berhenti di situ. Ruang-ruang untuk kegiatan kreatif, seni dan budaya dibangun, di tingkat wilayah bahkan sampai tingkat kecamatan. Jangan tanya tentang ruang terbuka public. Kini, Jakarta punya yang disebut dengan RPTRA yang ada di semua kelurahan. Bahkan terkadang kita menemukan lebih dari satu RPTRA di satu kelurahan. Semua fasilitas ini jika diatur dengan baik dan bertemu dengan semangat komunitas dan kolektif seni di Jakata tentu sangat menggembirakan. Kita bisa membayangkan wajah Jakarta yang dipenuhi aktivitas seni budaya sampai di tingkat kelurahan. Betapa ramainya. Akses warga terhadap aktivitas seni budaya menjadi lebih dekat. Maka, membayangkan warga Jakarta yang mengapresiasi kebudayaan dan kesenian dengan tinggi bukanlah sebuah mimpi di siang bolong. Hidup di tengah keubranan Jakarta juga meningkatkan stress warganya. Akses terhadap aktivitas seni budaya yang lebih mudah dan dekat adalah salah satu cara untuk menghilangkan stress tersebut. Dengan mengaktivasi semua ruang terbuka dan fasilitas seni budaya yang sudah banyak dan tersebar di Jakarta ini serta mempertemukannya dengan komunitas, kolektif dan seniman di Jakarta yang bekerja serta penuh semangat ini adalah langkah jitu untuk menciptakan Jakarta yang Bahagia.***

Dokumentasi Kegiatan Olah Rasa di Taman Sempur, Kota Bogor, 2023 | Sumber: Dokumentasi Ditjenbud

*Catatan: Tulisan ini pernah dipublikasikan di Tabloit Kabar Seputar Jakarta, Volume 2, Maret 2025.

Please follow and like us:

Post Comment

RSS
Instagram