1.
Kita hidup di zaman semesta merk. Inilah kalimat pertama yang muncul ketika hendak menulis tentang merk. Saya mengetik di keyboard Simbada, di depan saya ada monitor Acer, di samping kiri saya ada pc dengan casing SIM-X dan saya ditemani Nouvelle Vague yang membahana keluar dari speaker Genius. Ketika haus, saya menenggak air mineral dari Viro. Masih banyak lagi yang bisa saya list di sini untuk anda namun saya yakin bila saya mau sedetil itu dan mau terlihat sejeli itu, maka tulisan ini tak berarti apa-apa selain hanya tempat sampah.
2.
Beragam merk adalah usaha kita mengidentifikasikan perbedaan kita dengan yang lain. Saya pengguna Nokia, anda pengguna Siemens, saya pengguna Simpati anda pengguna Im3, saya pengguna Mozzila, anda pengguna Opera, dll-dll. Pada akirnya saya sangat sadar bahwa saya ras Negroid dan anda ras Asiatik. Maka keberbudayaan kita yang berbeda patut dimaklumi karena kita memang berbeda ras; sama seperti kalau membuka kunci tombol Nokia berbeda dengan membuka tombol Siemens. Maka saya lantas dengan demikian memahami perbedaan kita; segala yang tak bisa terpahami dari keseharian saya dengan anda.
3.
Apa yang membuat semua itu berbeda di antara kita? Entahlah. Mungkin karena segala yang berbeda membuat kita sadar bahwa sebagai manusia kita selalu tak sempurna di mata Allah. Segala benda berbeda merk dengan segala kelemahan dan kekurangan masing-masing adalah konsekuensi logis dari Menara Babel yang pernah dihancurkan Tuhan di awal peradaban manusia. Dan peradaban manusia justru dimulai ketika persatuan manusia di bawah Menara Babel yang agung dihancurkan Tuhan. Maka, tetaplah bertahan saudara-saudariku untuk hidup di zaman semesta merk ini.
4.
Merk adalah lapis kesekian dari lapis kebohongan. Sebuah kata sebagai merk menyimpan beragam pertarungan maha dahsyat yang membentuk keberadaannya. Sejumlah manusia, sejumlah bahan mentah, sejumlah waktu, sejumlah pemikiran, sejumlah modal, sejumlah pertukaran mampat dan beku serta diam dalam sebuah kata yang menjadi merk. Nokia, youtube, xp, aqua, dji sam soe magnum, katolik, budaya, tai, clear, Indonesia, WTO.
5.
Aroma kesepian menusuk tajam dari merk yang sedikit lagi hilang dari peredarannya. Kepergian sebuah merk tak dirayakan laksana kehadirannya. Merger segala bentuk merk di dunia sudah dimaklumkan sebagai utopia oleh mereka-mereka yang mencintai ketaksempurnaan. Maka doktrin ketaksempurnaan adalah doktrin persaingan, saling menghancurkan, saling membenci, saling membunuh, saling menindas, saling menikam dan selalu menyimpan mimpi; kesempurnaan manusia adalah utopia.
*Catatan: Sebuah tulisan untuk media iseng kala itu, Dada Terbit.