Dalam Teologi Spiritual Katolik, dikenal tingkatan-tingkatan spiritualitas tertentu. Dalam perjalanan sejarah Gereja Katolik, tercatat sudah banyak tokoh atau orang suci yang diakui spiritualitasnya. Tak jarang, para orang suci ini mengilhami kehidupan spiritual umat lain setelahnya. Maka, dalam pencaharian dan kehidupan spiritual seseorang, kiranya penting untuk mempelajari atau setidak-tidaknya mengetahui bagaimana para orang suci itu mengalami peristiwa “ditangkap” oleh Allah.
Santo Fransiskus Assisi adalah salah satu orang suci yang diakui spiritualitasnya tersebut. Salah satu hal yang paling membekas di ingatan bila membicarakan Santo Fransiskus Assisi adalah pengalaman stigmatanya yang konon adalah peristiwa pertama dalam sejarah Katolik. Selain itu, ajaran spiritualnya pun dilestarikan secara turun-temurun oleh para pengikutnya yang tergabung dalam ordo yang didirikannya. Dalam makalah ini, saya berusaha membicarakan Santo Fransiskus Assisi dengan ditunjang dengan bacaan yaitu Riwayat Hidup Santo Fransiskus Assisi (diktat) tulisan Aex Lanur OFM, terbitan SEKAFI, 1997.
Riwayat Singkat Fransiskus Assisi
Santo Fransiskus Assisi lahir di Kota Assisi, Italia, pada tahun 1181. Ayahnya bernama Pietro di Bernardone, seorang pedagang tekstil yang sukses. Sedangkan ibunya bernama Pica, seorang perempuan yang berasal dari Prancis. Sedangkan saudara kandungnya yang diketahui bernama Angelo. Ada sebuah cerita yang mengatakan bahwa ketika Santo Fransiskus Assisi dilahirkan, ibunya didatangi oleh seorang pengemis. Orang itu meminta sedekah dan setelah orang itu diberikan ‘bagian dari seekor ayam’, orang itu bersikeras untuk melihat bayi yang baru lahir tersebut. Ketika ia melihat bayi itu, ia memeluknya dan berkata bahwa dua orang laki-laki telah dilahirkan dalam satu hari di jalan ini. Salah satunya akan menjadi sangat baik dan salah satunya akan menjadi sangat jahat. Pada waktu ia dilahirkan, ayahnya tengah berada di Prancis dalam rangka berdagang. Maka, ibunya menamai bayi itu Yohanes Pembaptis. Namun ketika ayahnya pulang, nama itu digantinya dengan Fransesco yang berarti Si Perancis Kecil.
Santo Fransiskus Assisi kecil lebih banyak mendapat pendidikan di rumah dari ibunya. Sedangkan ayahnya yang adalah seorang pedagang lebih sering berada di luar rumah. Setelah itu, sebagaimana anak-anak pedagang jaman itu, Santo Fransiskus belajar membaca, menulis, berhitung, dan sedikit bahasa latin pada seorang pastor yang bekerja di Gereja Santo Georgio di Assisi.
Setelah tamat di sekolah pastor itu, Santo Fransiskus Assisi mulai membantu ayahnya di toko mereka. Ia juga mulai mempelajari cara-cara bedagang dari ayahnya. Ia juga mulai hidup berfoya-foya. Di kemudian hari, Santo Fransiskus Assisi merefleksikan periode hidupnya bagian ini sebagai saat-saat ‘ketika ia masih berada dalam dosa.
Pada umur dua puluh tahun , Santo Fransiskus Assisi ikut berperang pada sebuah peperangan yang terjadi di Kota Assisi. Perang itu terjadi antara tahun 1202-1209. Kala itu, ia bergabung dengan golongan warga kota yang berperang melawan kaum bangsawan. Perang ini berlanjut dengan perang antara Kota Assisi dan Kota Perugia. Kala itu Kota Assisi berkoalisi dengan Frederick Barbarosa II dari Prusia, Jerman sedangkan Kota Perugia bergabung dengan Bapa Suci Innocentius III. Pada perang itu, Santo Fransiskus sempat ditangkap dan ditahan pihak lawan pada tahun 1202. Di penjara, ia termasuk orang yang menikmati penangkapan, malahan masih bisa menghibur teman-teman senasibnya. Lantas, ia pun kembali ke Assisi di tahun 1203 setelah ditebus ayahnya.
Akibat kesengsaraan selama ditahan, Santo Fransiskus Assisi jatuh sakit pada tahun 1204. Dalam sakitnya itu, ia sempat mulai berpikir untuk meninggalkan cara hidupnya yang lama. Namun setelah sembuh, ia masih kembali ke kehidupannya yang lama yaitu berfoya-foya dan bersuka ria.
Santo Fransiskus lantas bergabung dengan pasukan seorang kesatria bernama Gentile. Pasukan ini bergerak ke arah selatan Italia untuk bergabung dengan pasukan Walter dari Brienne, seorang panglima pasukan Bapa Suci. Pasukan ini sedang melakukan operasi di daerah itu guna persiapan Perang Salib. Sebagai seorang anak pedagang kaya, Santo Fransiskus Assisi melengkapi diri dengan pakaian tempur yang mewah dan lengkap ditambah persenjataan yang lengkap pula. Namun dalam perjalanan, ia bertemu dengan seorang kesatria yang miskin dan semua pakaiannya diberikan pada orang itu.
Keinginan Santo Fransiskus untuk menjadi seorang kesatria dalam ketentaraan duniawi ternyata tak pernah kesampaian. Ketika pada tahun 1205, saat rombongan pasukan yang diikutinya tiba di Kota Spoleto, Santo Fransiskus terpaksa harus meninggalkan rombongan dan kembali ke Assisi. Hal ini diakibatkan oleh sebuah suara di malam hari yang didengarnya; “Siapakah yang memberikan lebih banyak kepadamu selama ini? Tuhan atau hamba?” Santo Fransiskus pun menjawab, “tentu saja Tuan dan bukan hamba.”
Setibanya di Assisi, Santo Fransiskus masih berada dalam kebingungan dan pencahariannya. Ia pun mulai menekuni kehidupan beragamanya dan lebih sering memperhatikan kaum miskin. Perubahan besar terjadi ketika ia bertemu seorang kusta. Awalnya, ia lari dan meninggalkan orang kusta itu karena ia sangat takut dengan penyakit itu. Namun ia lantas menyesali perbuatan tersebut. Ia kembali pada orang kusta itu, memeluknya dan bahkan mencium tangannya. Santo Fransiskus sendiri menyebut kejadian ini sebagai saat pertobatannya.
Pada tahun 1206, ia berziarah ke kota Roma, di mana ia mendermakan semua uang yang dibawanya di Gereja St. Petrus. Setelah itu, ia mengemis. Ia pun pulang ke Assisi dan berpamitan dengan teman-teman lamanya dengan alasan akan menikahi seorang gadis yang teramat cantik. Sejak itu, ia mulai menarik diri dari pergaulan dan lingkungan lamanya.
Ia lantas hidup di Gereja San Damiano sebagai “obletus Gereja” (orang yang membaktikan dirinya untuk gereja itu. Di masa itu, obletus adalah sebuah cara pertobatan. Ia juga mulai mengemis di jalanan Assisi. Orang-orang mulai merasa aneh dengan perubahan drastis dirinya dan mulai mengolok-olok dia. Akibat tak tahan dengan olok-olokan itu, ayahnya membawanya pulang dan menyekapnya di sebuah kamar. Namun ketika ayahnya pergi, ibunya membebaskan dia. Ia kembali menjadi obletus di Gereja San Damiano. Ayahnya, sekembalinya dari bepergian itu, mengajukan Santo Fransiskus ke pengadilan gereja. Namun ayahnya kalah dan ia mencabut hak waris Santo Fransiskus.
Akibat kejadian itu, Santo Fransiskus meninggalkan kota Assisi dengan berpakaian seorang petapa. Di belakang pakaian itu, ia menggambarkan sebuah salib besar. Ia lalu menetap di sebuah biara Benediktin di mana ia bekerja sebagai pembantu di dapur. Namun ia tidak diberi makanan, bahkan pakaian lusuh pun tak didapatnya. Ia lantas kemabli ke Assisi dan tinggal di Gereja San Damiano lagi.
Pada 24 Februari 1208, Santo Fransiskus mengalami perubahan dalam permenungan panggilannya. Kala itu, dalam sebuah Perayaan Ekaristi dibacakan Injil Mat 10:7-10 yang sangat menyentuh hatinya. Ia pun meminta dijelaskan lebih lanjut makna teks itu pada pastor. Setelah dijelaskan, nampak jelaslah apa yang diinginkan tuhan pada Santo Fransiskus. Ia pun mengganti pakaiannya dengan pakaian ala petani daerah itu. Tanpa alas kaki,dan tanpa pakaian, ia berkelana dari satu tempat ke tempat lain untuk berkotbah. Ia tak lagi bertempat tinggal namun tinggal di mana saja. Ada banyak orang yang mulai mengikutinya.
Untuk mencegah agar Santo Fransiskus dan pengikutnya dianggap bidaah, ia pun pergi menghadap Bapa Suci pada 1210 dan ia mendapat restu atas cara hidup barunya itu. Di tengah kecamuk perang salib, Santo Fransiskus berusaha untuk mengabarkan Injil tanpa kekerasan pada orang muslim di Timur. Namun kapalnya karam di Dalmatia (Yugoslavia sekarang) dan ia pun kembali ke Italia. Pada tahun 1214, keinginan mewartakan injil pada muslimin itu dilaksanakannya. Kali ini sasarannya adalah Spanyol dan Afrika. Tapi ia jatuh sakit di Spanyol.
Persaudaraan baru ini bukanya tanpa masalah. Pada tahun 1219 ketika Santo Fransiskus melakukan perjalanan ke Mesir, Palestina dan Syria, terjadi kekacauan di kalangan persaudaraan itu di Italia. Ada yang mulai mencoba memisahkan diri dan ada yang mulai mencoba merubah anggaran dasar. Khabar itu sampai juga pada Santo Fransiskus yang tengah berada di Syria. Ia jadi gelisah karenanya. Hal itu membuatnya segera pulang ke Italia dan merubah beberapa peraturan dan anggaran dasar. Pada tahun 1223 Santo Fransiskus mulai tak aktif. Kesehatannya pun mulai menurun. Dalam keadaan sakit, ia naik ke Gunung La Verna untuk menyendiri. Namuun di gunung itu pada tanggal 14 September 1224, ia menerima puncak perkembangan hidup religiusnya. Pada 3 Oktober 1226, ia meninggal di kota Portiuncula dekat Assisi. Dan pada 16 Juli 1228, ia digelari santo oleh Bapa Suci Gregorius IX.
Pembaruan Santo Fransiskus Assisi
Gerakan pembaruan Santo Fransiskus Assisi sama seperti gerakan-gerakan lainnya. Dalam hal ini, gerakan itu tidak bisa dilepaskan dari konteks zaman, di mana gerakan itu berada. Jadi, gerakan Santo Fransiskus sangat dipengaruhi oleh keadaan pada bagian kedua abad pertengahan, baik selama kehidupannya mau pun dua abad sebelumnya. Secara kasar periode tersebut bisa dibagi atas 3 tahap:
-
- Pertengahan kedua abad XI (1100an-1150an) : Pembaruan institusi-institusi gerejawi. Massa ini dikenal dengan nama Reformasi Gregorian (Paus Gregorius ke VII, 1079-1083). Muncul para penulis yang menyarakan hasrat pembangunan seperti: Petrus Damianus, Hugo dari saint Victor.
- Bagian pertama abad XII (1100-1150an) : Terbentuk kelompok-kelompok baru dalam Gereja. Dua yang terkenal adalah Kelompok Para Pengkhotbah dan Ordo dari Grandmont
- Tahun-tahun terakhir abad XII dan awal abad XIII (1170-1210) : Muncul kaum awam yang mengusahakan ‘hidup injili’. Kelompok itu antara lain: Kaum Waldenses, Kaum Humiliati.
Sebelum kemunculan Santo Fransiskus, sudah banyak gerakan-gerakan pembaruan dalam gereja. Pada awal abad XI gerakan-gerakan ini muncul dengan kekuatan yang baru. Adalah Paus Gregorius VII (1079-1083) dan Innocentius III (1198-1216) gigih memperjuangkan pembaruan rohani, termasuk dalam tubuh hierarki gereja.
Cita-cita gerakan pembaharuan semakin luas dan merambat tidak hanya di kalangan kaum biarawan-biarawati dan klerus saja, melainkan juga awam. Faktor utama yang mendorongnya adalah hasrat untuk menghayati cita-cita Hidup Rasuli dan Gereja Purba. Cita-cita ini bertolak dari Kitab Suci khususnya Kis 4:32-37.
Maka, ketika Santo Fransiskus Assisi muncul dengan perautran hidupnya, sebenarnya itu bukan emrupakan hal yang teramat baru. Penghayatan terhadap kemiskinan, seperti Yesus, sudah dilakukan juga oleh beberapa pembaharu lain sebelumnya. Kegiatan-kegiatannya berupa khotbah, mewartakan Injil, berkeliling dari satu tempat ke tempat lain juga sudah dilakukan kelompok lain sebelumnya.
Namun Fransiskus menekankan bahwa Tuhan sendirilah—bukan manusia—yang memanggil, menuntun, dan menunjukkan apa yang harus dijalankannya. Pedoman kehidupan spiritual Fransiskus diejawantahkan dalam perbuatan konkrit seperti melepaskan harta milik, kemiskinan total, puasa, doa ofisi ilahi, hubungan dengan hirarki gereja, berkotbah dan kesaksian hidup. Motivasi utama dari hidup spiritual Santo Fransiskus adalah mengikuti jejak Kristus dan melaksanakan Injil. Sehingga ada perbedaan pegangan antara kelompok Fransiskus dengan kelompok lainnya yakni bila sebelumnya kelompok-kelompok lain menekankan pada mengikuti Gereja Purba dan Para Rasul, maka kelompok Fransiskus menekankan langsung pada Kristus sendiri.
Yang menjadi tujuan gerakan Fransiskus adalah mengikuti jejak Kristus dari Injil; Ia adalah Allah sendiri yang merendakan diri menjadi manusia, bahkan sampai mati di salib, untuk menebus manusia yang berdosa. Ini karena kasih yang tak terbatas dari Allah. Maka mengikuti jejak Kristus berarti menghayati sikap dan semangat Kristus dan berbuat seperti yang diperbuat Kristus dalam hidup-Nya; cinta kepada Allah dan manusia, miskin, taat, merendahkan diri dan mengosongkan diri.
Allah sendiri yang menghadirkan diri-Nya dalam Kristus dan kehadiran-Nya masih terus berlangsung dalam gereja, dalam kitab suci dan dalam alam semesta. Karena itu, Fransiskus taat pada hierarki Gereja, dan menaruh hormat pada sakramen-sakramen, Kristus yang hendak ditiru Fransiskus dan kelompoknya ini adalah Kristus sebagaimana ditemukan dalam Injil. Maka, Injil tak dapat dipisahkan dari pribadi Yesus. Maka yang menjadi pegangan bagi Fransiskus dan pengikutnya bukan Injil pada bagian tertentu saja, melainkan Injil seluruhnya. Maka apa pun yang dikatakan Yesus dilaksanakan setepat-tepatnya tanpa tafsir, dan apapun yang memuat nama Tuhan dihormatinya; demikian pun dengan semua orang yang tugasnya untuk mewartakan Sabda (pengkhotbah, ahli ilmu ketuhanan, dsb).
Ada sesuatu yang sangat baru, yang berbeda dari kelompok-kelompok sebelumnya, dari ajaran Santo Fransiskus ini yaitu bahwa ia dan kawan-kawannya dengan serius dan konsekuen melaksanakan apa yang ditemukan, tanpa kompromi sedikit pun. Santo Fransiskus menjalankan semua yang ’diberikan’ Tuhan padanya dengan sepenuh hati dan jiwanya, sanpai akhir hayatnya. Ia menemukan bahwa ia harus hidup menurut Injil Suci mengikuti jejak Yesus Kristus. Dan ia melakukan hal itu tanpa menyimpang, dan konsisten. Seluruh hidup dan pikirannya diisi dengan cita-cita untuk serupa dengan Kristus.
Catatan Reflektif
Perjalanan hidup Santo Fransiskus menggambarkan bagaimana Allah membelokan kembali anaknya ke jalan yang benar, setelah membelok atau pun tersesat di jalan mana pun. Pada awalnya dia orang kaya, tiba-tiba Santo Fransiskus dengan ekstrim memutuskan untuk menjadi seorang pengemis. Keputusan ini jelas menyakitkan hati ayahnya. Ketika Santo Fransiskus berkata bahwa ayahnya sekarang adalah Bapa di Surga dan saat itu juga sekaligus dia menafikan ayahnya, Pietro di Bernardone.
Jika dilihat dari sudut pandang Pietro di Bernardone, Santo Fransiskus bisa saja dianggap sebagai anak yang tidak menghormati orang tua. Menurut saya, cara meninggalkan gaya hidup lama a la Santo Fransiskus Assisi terlalulah ekstrim. Naumn bila dilihat dari kemungkinan bahwa masyarakat feodal saat itu sudah sangat hancur, di mana Pietro di Bernardone adalah salah satu anggota dari masyarakat itu. Maka, tindakan Santo Fransiskus sudah sangatlah tepat.
Ajakan Santo Fransiskus dalam ajaran utama spiritualnya bahwa hidup dengan mengikuti Krsitus yang sesuai dengan Injil. Maka, ajaran ini sungguh sangat menjadi penting bagi perjalanan spiritual seorang Katolik. Karena, hidup spiritual Katolik tidak bisa tidak harus melandasi dirinya dengan Kitab Suci, yakni sabda Allah, kata-kata yang membuat semuanya mungkin. Jika jauh dari Kitab Suci, tentu saja kehidupan spiritual seseorang akan menjadi kering kerontang. Tetapi, jika dikatakan juga di bagian sebelumnya bahwa apa yang dilakukan Yesus dilaksanakan setepat-tepanya tanpa tafsir. Di sini agak mengganggu saya, sebab tentu saja Injil pun butuh sebuah tafsiran. Karena, untuk memahami apa yang dilakukan dan apa yang dituliskan dalam Injil pun, sudah pasti akan ada kerja otak yang merupakan sebuah tafsiran juga.
Penghayatan hidup miskin dan bersahabat dengan alam dari Santo Fransiskus menurut saya juga adalah sebuah pengajaran yang baik sekali. Karena penghayatan kemiskinan a la Fransiskus, yang dicontohkannya pula dengan begitu baiknya dalam hidupnya, menurut saya bisa menjadi sebuah cara pengujian daya tahan kita atas pengekangan nafsu.
Kegiatan mewartakan Injil ke mana-mana dengan sebuah kesaksian hidup menunjukan segi horison dari spiritualitas seorang Katolik. Karna, dengan kegiatan itu mengejawantahlah sifat Gereja yang inkarnatoris sekaligus eskatologis. Dengan demikian, seorang Katolik telah juga menjalankan sebuah keinginan dari Yesus Kristus sendiri di mana Ia pernah berpesan; jadilah garam dan terang dunia.
Yang terpenting juga dalam hidup Santo Fransiskus Assisi adalah kemurahan hati dan kebersediaan diri untuk berhening dan bermeditasi. Ini saya kira adalah unsur-unsur penting untuk membangun kepekaan spiritual seseorang, sehingga lebih peka untuk mengetahui apa yang dikehendaki Tuhan atas dirinya. Keterlibatan dengan penderitaan orang lain seperti yang ditunjukan Santo Fransiskus Assisi.
Dengan ajaran utama dan pedoman pertamanya adalah mengikuti Yesus yang ada dalam Injil, bisa juga adalah sebuah upaya manusia untuk kembali pada fitrah dirinya yakni “serupa dengan Allah”. Seperti yang dikatakan pada Kej 1:24 Berfirmalah Allah: “Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita,…
*Catatan: Tulisan ini berasal dari mata kuliah Teologi Spiritual di Program Strata 1 STF Driyarkara.